Sabtu, 01 Maret 2014

" Kisah Raja Jahat dan Raja Baik "

Alkisah, dahulu kala ada dua orang raja: Raja Baik dan Raja Jahat.
Suatu ketika, Si Raja Jahat jatuh sakit. Menurut tabib yang
didatangkannya, ia hanya bisa sembuh jika memakan sejenis ikan yang
ketika itu mustahil didapatkan karena pada musim itu jenis ikan
tersebut berada jauh di dasar lautan. Si Raja Jahat pun memerintahkan
seluruh prajurit dan rakyatnya mencari ikan tersebut. Meski diyakini
mustahil didapat, namun para prajurit dan rakyat terus mencarinya
karena takut dipenggal jika tidak dapat menangkap ikan itu.


Namun, Allah memiliki kehendak. Allah mengutus para malaikat untuk

menggiring ikan itu keluar dari lubangnya di dasar laut supaya orang
mudah menangkapnya. Akhirnya, ikan itu pun ditangkap. Raja memakannya
dan ia segera sembuh.


Pada musim berikutnya, giliran Si Raja Baik jatuh sakit. Ia menderita
penyakit yang sama seperti yang diderita Si Raja Jahat. Tetapi ia
sakit pada waktu ikan yang menjadi obatnya itu berada pada permukaan
laut, sehingga kemungkinan sangat mudah untuk menangkapnya. Namun,
lagi-lagi, Allah memiliki kehendak. Allah mengutus para malaikat untuk
menggiring ikan-ikan itu dari permukaan laut sampai masuk kembali ke
lubang-lubangnya di dasar laut. Para prajurit dan seluruh rakyat yang
ramai-ramai mencari ikan itu dengan penuh keikhlasan dan rasa
sayangnya kepada Sang Raja, tidak berhasil mendapatkannya. Alhasil, Si
Raja Baik itu pun meninggal dunia.



Berdasarkan kejadian tersebut, para malaikat langit dan penduduk bumi
keheranan. Mereka bingung dan bertanya kepada Allah. Mereka kira ada
ketidakadilan dalam peristiwa itu, di mana Si Raja Jahat diberikan
kesembuhan, sementara Si Raja Baik justru dimatikan. Atas kejadian
itu, kemudian Allah mewahyukan kepada para malaikat langit dan kepada
para nabi di zaman itu:



“Inilah Aku. Yang Pemurah, Pemberi Karunia, Mahakuasa. Tidak
menyusahkan Aku apa yang Kuberikan. Tidak bermanfaat bagi-Ku apa yang
Kutahan. Sedikit pun Aku tidak menzalimi siapa pun. Adapun Raja yang
jahat itu, Aku mudahkan baginya mengambil ikan bukan pada waktunya.
Dengan begitu Aku membalas kebaikan yang ia lakukan. Aku balas
kebaikan itu sekarang supaya ketika ia datang pada Hari Kiamat,
tidaklah ada kebaikan pada lembaran-lembaran amalnya. Ia masuk ke
neraka karena kekufurannya. Adapun Raja Baik yang ahli ibadah itu, Aku
tahan ikan pada waktunya. Dia pernah berbuat salah. Aku ingin
menghapuskan kesalahannya itu dengan menolak kemauannya dan
menghilangkan obatnya supaya kelak dia datang menghadap-Ku tanpa dosa.
Dan dia pun masuk ke surga.”


***

Kisah di atas --konon berdasarkan Hadits Qudsi yang diceritakan

Rasulullah Saw. kepada para sahabatnya (Wallahu A’lam)-- sejatinya
menjawab kebingungan kita selama ini. Bukankah kita sering
bertanya-tanya: “Mengapa Allah membiarkan orang-orang mukmin yang baik
tidak henti-hentinya ditimpa duka? Sementara orang kafir dan durhaka
terus-menerus mendapatkan keberuntungan? Mengapa pemimpin yang zalim
kerap berusia panjang, sementara pemimpin yang adil umumnya cepat
meninggal dunia?


Rupanya, --meniliki kisah di atas-- musibah yang datang silih berganti
dalam kehidupan ini, boleh jadi merupakan “tanda” cinta Allah kepada
kita. Allah berkehendak menghapus segala dosa dan kesalahan kita
melalui musibah tersebut. Allah membayar dosa dan kesalahan kita
secara “cash” di dunia ini, sehingga pada Hari Kiamat kelak, kita akan
datang menghadap-Nya dengan seluruh kebaikan kita tanpa secuil pun
dosa.


Sementara kenikmatan yang kita peroleh bertubi-tubi saat ini, boleh

jadi, justru merupakan “batu sandungan” yang Allah timpakan kepada
kita. Allah berkehendak membayar kebaikan kita melalui kenikmatan
tersebut. Allah membayar kebaikan kita secara “cash” di dunia ini,
sehingga pada Hari Kiamat nanti tak ada secuil pun kebaikan saat
menghadap-Nya.


Sejatinya, musibah dan nikmat hanyalah ujian yang ditimpakan Allah

kepada kita. Terhadap dua ujian itu, Allah memberikan pilihan



@tausyiahku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar