Sabtu, 23 Januari 2016

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya

Kita tak pernah sekalipun jauh dari pasangan jiwa. Di manapun kapanpun, kita sejatinya begitu dekat dengan mereka. Kenal atau belum kenal. Saling tahu atau belum saling tahu.Kita, sejatinya hanya sedang menipu jarak.
Sejauh yang kami pahami, Islam tidak mengenal sense of material belonging atau rasa memiliki. Islam mendidik umatnya untuk memiliki sense to be entrusted, rasa diamanahi. Menurut kami, konsep itu pula yang berlaku untuk karunia rasa. Bahwa ia tercipta sebagai amanah, bahwa ia hadir sebagai ujian sekaligus anugerah.

Saat sedang menipu jarak, sungguh seharusnya kita berbahagia. Kita tidak sedang menyangkal sepi atau menanti batas sunyi. Terpujilah penemu prinsip probabilitas, bahwa alih-alih beradu pilu, kita justru sedang diberi kesempatan mengekskalasi peluang untuk saling menemukan. Sungguh, urusan menipu jarak ini hanya seperti sajak yang menunggak.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Ada begitu banyak cara bagi Allah untuk mempersatukan dua hati manusia. Ia tak terbatas pada interaksi tahunan, perjumpaan, maupun percakapan. Bersatunya dua hati bahkan bisa terjadi pada mereka yang tak pernah saling bersua. Maka sungguh, sedikitpun kita tak perlu khawatir, selain atas apa yang memang seharusnya kita jaga.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Harus kami akui, kami memang belum mengenal sepenuhnya satu sama lain. Tapi kami percaya, InsyaAllah Ia yang akan menguatkan cinta dan menumbuhkan barakah di antara kami, selama kami saling menjaga menuju-Nya.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Kami percaya, sebenar-benarnya cinta antara dua manusia itu sepatutnya menjaga kemuliaan melalui jalan keselamatan. Maka menurut kami, menikahi pasangan jiwa dengan keimanan adalah cara terbaik dalam memuliakannya. Meletakkan rasa itu dalam iman adalah cara terbaik dalam menjaganya. Agar setiap jalan menujunya adalah kebaikan. Agar setiap langkah membersamainya adalah keberkahan.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Rasa cinta, kecenderungan, atau apapun namanya tentu saja hal yang wajar. Tapi sungguh, sebesar apapun rasa yang datang, ia tercipta sebagai amanah, ujian, anugerah. Hingga menjaganya agar sesuai kadar dan fitrahnya adalah sebuah keharusan.

Tidak manusiawi? Bukankah justru perkara ini adalah salah satu hal yang paling manusiawi dari seorang manusia? Bahwa manusia-yang-paling-manusiawi adalah manusia yang mampu menjaga hati dan kehormatan diri sebagai salah satu prioritasnya.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Walau terdapat berjuta cara untuk hidup, ‘perjuangan’ adalah kosa kata yang hanya pantas disandingkan untuk cara hidup yang lurus. Maka menjaga diri bukanlah sebuah pengorbanan. Ia lebih pantas disebut sebagai suatu kehormatan.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Semoga kita dapat “membiarkan” Ia menjalankan bagian-Nya. “Membiarkan” ia bertindak sebagaimana Tuhan kita seharusnya. Hingga saat itu tiba,
tetaplah terjaga.

Ada bagianmu. Ada bagian-Nya. Kerjakan bagianmu dan tak perlu risau akan bagian-Nya.
Pada suatu masa, kami adalah dua orang yang asing. Pada suatu masa yang lain, kami mulai mencari tahu tentang diri kami masing-masing. “Siapa kamu, siapa aku. Bagaimana kamu, bagaimana aku”. Dalam diam dan istikharah. Dalam malam panjang penuh kemantapan. Hingga terus Memantaskan diri. Ia menjadikan kami Dua ketidaksempurnaan yang saling menyempurnakan.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar