Saya mempunyai masalah dalam memprioritaskan
tanggung jawab yang ada pada diri saya, keterbatasan kader pada kampus kami
menuntut seorang kader menjadi multi-amanah, sehingga saya tidak optimal di
berbagai tempat, bagaimana caranya agar saya dapat bertanggung jawab dengan
peran yang ada dan tidak mendzalimi saudara saya yang lain ?
Berbicara
tentang prioritas saya langsung teringat buku Fiqh Aulawiyat karangan ulama besar saat ini Yusuf Qardhawi. Dalam
buku ini dipaparkan dengan jelas tentang apa itu fiqih prioritas dan bagaimana
memandang prioritas itu sendiri.
Sebagai seorang kader dakwah masa kini, dimana
tuntutan dakwah lebih besar ketimbang jumlah kader yang ada, maka pemahaman
aplikasi dari fiqih prioritas ini dalam kehidupan berdakwah di kampus menjadi
sebuah kebutuhan tersendiri.
Sub-bab
manajemen prioritas dalam konteks peran tanggung jawab dakwah di kampus adalah
memilih di antara dua pilihan yang baik. Karena kita akan berbicara mengenai
peran kita sebagai kader yang memiliki tanggung jawab di banyak tempat. Dari
beberapa tanggung jawab yang ada, tanggung jawab mana yang harus di dahulukan,
atau tanggung jawab mana yang harus diberikan alokasi waktu dan pikiran secara
lebih.
Manusia memang
pada dasarnya selalu hidup dalam dilematika pilihan, dan itu memang fitrah manusia dimana menjadi tanggung
jawab bagi kita semua untuk mampu membuat prioritas yang paling bermanfaat bagi
diri agar kita bisa mencapai tujuan hidup yang ada. Saya akan memaparkan
jawaban dari pertanyaan ini dengan paradigma tentang peran dan prioritas itu
sendiri.
Kader dakwah
kampus yang tentunya juga mahasiswa mempunyai berbagai peran dalam hidupnya, ia
sebagai mahasiswa, asisten akademik, ia sebagai seorang anak, ia seorang
pemimpin organisasi atau staff kepanitiaan, ia seorang mentor, atau ia juga
berperan di berbagai tempat lain. banyak sekali peran yang harus Anda jalankan
sebagai kader dalam waktu bersamaan. Cobalah menuliskan dalam secarik kertas
apa saja peran Anda saat ini. Dengan memulai mengetahui peran Anda apa saja
dalam waktu bersamaan, maka Anda akan lebih mudah untuk menjalankan langkah
selanjutnya.
Terlepas dari
berbagai peran yang Anda miliki saat ini, saya memandang bahwa seorang kader
dakwah kampus dalam konteks perannya sebagai kader diharapkan memiliki tidak
lebih dari 4 peran tanggung jawab dakwah atau kedepannya kita sebut saja dengan
amanah. Amanah yang diharapkan ada
pada setiap kader dakwah adalah ; (1) amanah
organisasi 1, (2) amanah organisasi
2, (3) sebagai mentor, dan (4) sebagai asisten dosen/praktikum. Contoh dari dua amanah organisasi dalam waktu bersamaan adalah, Anda sebagai ketua
divisi di LDK dan Anda juga berperan sebagai pimpinan redaksi majalah di
himpunan mahasiswa jurusan. Adanya dua amanah
organisasi dalam satu waktu menurut hemat saya masih sangat relevan mengingat
kapasitas mahasiswa yang besar.
Maka tahap
selanjutnya yang perlu kita atur terkait manajemen amanah adalah amanah yang
dimiliki dalam satu waktu, bisa dibuat list
seperti ini.
(1)
Amanah organisasi 1 : Kepala Lembaga Dakwah Kampus
(2)
Amanah organisasi 2 : Staf Ahli Kaderisasi Himpunan
Mahasiswa Jurusan
(3)
Sebagai Mentor : 1 kelompok mentoring
angkatan 2007
(4)
Akademik : asisten praktikum
mata kuliah tingkat 2
Pada beberapa
kader yang mempunyai kapasitas pribadi yang besar, bisa jadi memiliki amanah organisasi yang lebih banyak
pula, apakah itu lebih dari 2 atau mungkin lebih dari 3. Semua itu kembali ke
kapasitas pribadi masing-masing. Saya ingin menekankan pada bagian setelah ini
tentang bagaimana kita memandang lebih dari satu amanah organisasi yang kita miliki.
Ketika Anda
sudah memilih dan memutuskan untuk mengambil lebih dari 1 amanah organisasi dalam satu waktu maka Anda harus memikirkan
konsekuensi dari keputusan Anda berupa pengorbanan. Anda dituntut untuk bisa
bersikap profesional dan tidak menjadikan banyak amanah sebagai alasan untuk tidak maksimal di amanah yang lain. Jika memang Anda tidak sanggup untuk mengemban
lebih dari satu amanah, dan Anda
merasa berat maka ada dua pilihan untuk Anda yakni ; meningkatkan kapasitas
atau melepas salah satu amanah yang
ada.
Saya mencoba
memandan kader saya, baik pada level kepala departemen atau staff departemen
bahwa ia selalu bisa bersikap profesional dan bertanggung jawab terhadap arahan
dan tugas yang saya berikan. Meskipun, saya mengetahui bahwa ia juga
beraktifitas di tempat lain, saya mencoba berpikir positif bahwa ia memilih
banyak amanah karena mengetahui bahwa
ia mempunyai kapasitas yang besar, dan saya selalu meyakinkan diri saya bahwa
ia akan bisa menjalankan arahan dan tugas yang saya berikan dengan baik. Ketika
Anda berada dalam forum sebuah organisasi Anda, maka Anda dituntut untuk selalu
100 % untuk organisasi tersebut, sekali lagi jangan jadikan kesibukan lain Anda
sebagai alasan untuk tidak tuntas menjalankan amanah dengan baik. Jika itu Anda lakukan maka ada dua konsekuensi
yang perlu Anda hadapi, yakni Anda telah mengecewakan dan menzalimi saudara
seperjuangan Anda, serta tanggung jawab akhirat Anda dengan Allah.
Saya sering
menemukan istilah prioritas dalam amanah
yang diucapkan oleh banyak kader, sehingga ia membuat prioritas 1, prioritas 2
dan seterusnya terhadap amanah yang
ia miliki saat ini. Akibatnya adalah bahwa memang amanah prioritas 1 lebih ia utamakan dan bisa berdampak pada
terzaliminya amanah prioritas 2.
Padahal di amanah prioritas 2 ia juga
mempunyai peran yang juga diharapkan oleh kawan-kawannya lain. ini adalah
contoh kasus ketika amanah di pandang
sebagai list prioritas secara
vertikal.
Saya mencoba
memanda list amanah dakwah ini secara
horizontal, dimana Anda memporsikan dengan seimbang dan maksimal dari sekian amanah yang Anda miliki. Dampaknya
adalah optimasi kinerja Anda sendiri, hal ini bisa terjadi karena memang Anda
memandang semua amanah Anda itu
PENTING, dan Anda memandang diri Anda juga berperan PENTING dalam Amanah ini. Adanya prioritas hanya untuk
mengatasi jika ada bentrok dua amanah
dalam satu waktu, akan tetapi pola penentuan prioritasnya juga tidak bisa
selalu sama. Sebutlah Amanah A selalu
lebih penting ketimbang Amanah B,
akan tetapi dengan melihat kebermanfaatan
Anda dalam satu waktu tersebut. Sebutlah Anda mengalami bentrok jadwal
antara rapat amanah B dan tanda
tangan kerjasama kontrak sponsor amanah
A, maka dalam kondisi ini, Anda bisa memilih amanah A dimana tanda tangan Anda tidak bisa diwakili, sedangkan
rapat bisa dilegasikan dengan arahan yang jelas. Dalam kondisi lain antara amanah A dan B bisa berubah
prioritasnya, tergantung keadaan.
Disinilah
kemampuan delegasi dan percaya pada rekan kerja menjadi sangat penting, Anda
bisa mulai belajar untuk memberikan kepercayaan Anda ke rekan kerja untuk
menjalankan peran Anda sementara Anda mengerjakan yang lain, dengan catatan,
ada arahan dan bekal yang jelas. Jika semua bisa disampaikan dengan baik, maka
menurut saya masalah keterbengkalaian amanah
dapat diminimalisirkan. Selain itu, Anda juga perlu mengumpulkan keberanian
Anda untuk mengatakan TIDAK kepada seorang yang akan memberikan amanah tambahan jika Anda merasa sudah
tidak mampu. Lebih baik tidak usah berjanji untuk bersedia menjalankan amanah ketimbang mengecewakan dan
menzalimi saudara Anda di kemudian hari.
Penerapan
manajemen prioritas ini bukan tanpa kendala, biasanya sering menghadapi masalah
yang berasal dari diri sendiri, seperti merasa tidak enakkan dengan rekan
dakwah, ambisi pribadi, ego dan emosi yang diturutkan, dan kegagalan manajemen
waktu. Kendala lain dari sisi eksternal adalah kondisi force majeur yang tidak pernah diduga, dan tekanan kader lain
terhadap diri kita.
Berpeganglah pada
keyakinan terhadap kapasitas pribadi, ketika Anda sudah bisa mengukur kapasitas
pribadi, dan memiliki manajemen waktu yang baik, maka amanah yang Anda emban akan bisa Anda pertanggungjawabkan dengan
baik di dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar